Sebuah perubahan ekstrim yang cukup mengejutkan, kalimat yang satu ini tampaknya pantas untuk diarahkan pada franchise andalan PopCap Games – Plants vs Zombies. Tampil sebagai salah satu game bertema puzzle fenomenal yang berhasil mengukir ratusan juta jumlah unduhan di perangkat mobile, Plants vs Zombies berhasil membuat gamer casual dan core ketagihan lewat mekanik gameplaynya yang fun, sederhana, namun tetap menantang di saat yang sama. Di tengah penantian kehadiran seri keduanya beberapa bulan yang lalu, PopCap justru hadir dengan sebuah kejutan yang tidak bisa diprediksi sebelumnya. Menjadi semacam parodi untuk sebagian besar game bertema perang yang bertebaran di pasaran, Plants vs Zombies mendapatkan seri yang lebih “serius” – Garden Warfare.
Dirilis terlebih dahulu untuk Xbox One, dan akhirnya dirilis untuk PC, Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tentu saja sudah punya sedikit gambaran tentang apa yang ditawarkan oleh game yang satu ini. Dengan kekuatan engine tumpuan EA – Frostbite Engine 3.0, Garden Warfare menghidupkan kembali perang klasik antara para kaum tanaman dan zombie ini ke dalam model tiga dimensi yang penuh detail dan tentu saja – mekanik gameplay yang jauh berbeda dengan yang selama ini kita kenal. Dengan menjadikan pengalaman multiplayer sebagai satu-satunya nilai jual yang ditawarkan, Garden Warfare menempuh jalur serupa dengan Titanfall, seri game EA yang lain.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Plants vs Zombies: Garden Warfare ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai sebuah game yang diciptakan untuk sekedar bersenang-senang? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda!
Pertempuran yang Indah
Jika ada satu hal yang pantas untuk diacungi jempol dari Plants vs Zombies: Garden Warfare adalah keberhasilkan PopCap untuk memaksimalkan Frostbite Engine 3.0, engine yang selama ini melekat kuat dengan nama Battlefield dengan sangat optimal. Engine yang selama ini selalu diasosiasikan dengan usaha untuk mencapai kualitas visual yang lebih realistis atau kehancuran skala besar ini terbukti mampu berperan sebagai engine untuk game dengan tema dan genre yang berbeda. Selain Need for Speed: Rivals, Garden Warfare menjadi ajang pembuktian potensi tersebut, sekaligus menjadi jaminan bahwa jaminan bahwa proyek masa depan EA seperti Mirror’s Edge 2 dan Dragon Age: Inquisition berada di tangan yang tepat.
Dari sebuah game yang dulunya menawarkan visualisasi dua dimensi sederhana dengan animasi yang cukup baik, Garden Warfare membawa pertempuran klasik dua kubu unik ini ke dalam model tiga dimensi secara penuh. Dan hasilnya? Luar biasa! Ia berhasil menawarkan sebuah dunia yang tidak hanya luas untuk memfasilitasi mobilitas masing-masing user dalam pertempuran yang berlangsung cepat dan masif, tetapi juga mempertahankan atmosfer Plants vs Zombies yang kentara. Dengan desain lingkungan yang lebih terkesan kartun namun tetap dengan detail dan permainan warna yang pantas untuk diacungi jempol, Anda juga akan menemukan model karakter yang tidak kalah mengagumkan. Untuk sebuah proses adaptasi dari sebuah game dua dimensi ke tiga dimensi, Garden Warfare mengeksekusi hal tersebut dengan sangat baik.
Kita tidak hanya membicarakan model karakter atau sekedar desain lingkungan, tetapi juga beragam efek visual yang juga akan Anda dapatkan. Beragam efek visual unik membuat pertempuran terasa lebih epik, dengan kepingan bertebaran di sana-sini ketika Anda melemparkan serangan besar, atau sekedar efek tata cahaya yang membuat lingkungan terlihat kian ciamik. Untuk urusan visual, PopCap berhasil mengadaptasikan visual yang tidak hanya indah, tetapi mendukung kuat tema utama Plants vs Zombies seperti yang kita kenal selama ini. Efek positifnya? Transisi yang berjalan minim halangan.