Ubisoft tengah dirundung masalah. Publisher ternama yang dikenal dengan beberapa franchise yang sangat populer di kalangan gamer seperti Assassin’s Creed dan Far Cry itu baru saja mendapatkan investasi yang ‘tidak diinginkan’!
Ya, disebut tidak diinginkan karena Vivendi SA baru saja menaikkan jumlah kepemilikan sahamnya atas Ubisoft menjadi sebesar 10,4 persen. Hal ini dimungkinkan karena status Ubisoft yang memang telah menjadi perusahaan Terbuka (Tbk). Dengan jumlah kepemilikan saham tersebut, Vivendi yang sempat memiliki Activision Blizzard pun kini menginginkan ‘kursi’ di jajaran pemegang saham Ubisoft.
Ini artinya, perusahaan media raksasa asal Perancis itu nantinya memiliki hak untuk ambil bagian dalam setiap keputusan yang terjadi di Ubisoft. Hal itu tentunya akan berpengaruh besar karena selama ini semua keputusan dan strategi Ubisoft sebagai pelaku bisnis di industri gaming dilakukan secara independen.
Meski begitu, sang publisher menyebutkan bahwa mereka tidak akan begitu saja menerima investasi yang tidak diinginkan ini. Walaupun Vivendi menjadi pemilik saham terbesar, Ubisoft menyatakan siap terus berjuang untuk tetap menjadi perusahaan yang menjalankan strategi bisnis secara independen.
“Niat kami adalah untuk selalu menjadi independen, sebuah nilai yang selama 30 tahun telah memungkinkan kami untuk berinovasi, mengambil resiko, menciptakan franchise yang dicintai bagi gamer di seluruh dunia, dan yang membantu perusahaan untuk tumbuh menjadi salah satu pemimpin pasar saat ini,” ujar CEO Ubisoft, Yves Guillemot.
Guillemot juga menggarisbawahi soal prilaku Vivendi yang sering mengincar perusahaan di sektor hiburan secara agresif. Ia juga menilai pembelian saham oleh Vivendi bisa merusak nama Ubisoft, karena akan banyak pihak yang menyebut Ubisoft sebagai perusahaan yang dikendalikan oleh orang-orang yang tidak mengerti industri game.
Perlu diketahui bahwa Vivendi tidak hanya membeli saham Ubisoft, tetapi juga menaikkan kepemilikan saham mereka atas Gameloft menjadi 10,2 persen. Total Vivendi telah mengeluarkan dana sebesar USD 496 juta atau sekitar Rp 6,7 triliun. Bagaimana menurut Anda?