Tahun 2015 kemarin memang bisa dibilang, jadi tahun yang cukup spesial untuk Avalanche Studios. Tangan dingin mereka langsung menelurkan dua buah game open-world dengan pendekatan dan daya tarik yang berbeda, Mad Max dan Just Cause 3. Untuk judul yang terakhir ini, popularitas dua seri sebelumnya yang memang dikenal sebagai game action gila yang tak pernah bisa dinalar dengan akal sehat memang membuatnya cukup diantisipasi di akhir tahun kemarin. Apalagi Avalanche menjanjikan banyak hal baru, termasuk dunia yang lebih luas, varian gadget dan senjata lebih banyak, dan lingkungan yang jauh lebih interaktif. Sesuatu yang akhirnya bisa kita jajal secara langsung.
Anda yang sempat membaca preview kami sebelumnya tampaknya sudah punya sedikit gambaran soal daya tarik seperti apa yang ditawarkan game yang satu ini. Secara visual, Just Cause 3 memang pantas menyandang predikat sebagai game generasi saat ini lewat detail yang luar biasa dari sisi model karakter dan juga desain wilayah Mediterania-nya yang luar biasa, lengkap dengan salah satu kualitas visual air terbaik yang pernah kami temukan di game manapun. Sayangnya, sejak pertama kali ia dimainkan, game ini sudah memperlihatkan beberapa masalah teknis yang menjengkelkan, termasuk implementasi penggunaan DRM terlepas dari fakta bahwa organisasi militer yang tengah Anda perangi saat ini, bernama DRM. Kesan pertama yang ia tawarkan memang tak begitu kuat.
Lantas, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Just Cause 3 ini? Mengapa kami menyebutnya sebagai game yang menawarkan kehancuran sebagai solusi? Review ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Plot
Just Cause 3 bisa dibilang sebagai “sekuel tidak langsung” dari Just Cause 2 mengingat karakter utama yang mereka bagi, adalah sama. Anda tetap berperan sebagai seorang Rico Rodriguez, namun kini dengan tampilan yang lebih tua dan maskulin di saat yang sama. 6 tahun sejak aksinya di Just Cause 2, Rico memutuskan untuk pulang ke kampung halamannya di Mediterania, sebuah gugusan pulau kecil bernama Medici. Namun seperti yang bisa diprediksi, bukan kedamaian yang menyambut Rico. Sebuah kondisinya memaksanya untuk kembali beraksi.
Medici kini ternyata berada di bawah kendali seorang diktator bernama Sebastiano Di Ravello yang mengendalikan Medici dengan tangan besi. Jenderal megalomaniac yang satu ini berambisi tak hanya ingin membuat Medici berada di bawah kakinya, tetapi juga menaklukkan seluruh dunia lewat energi yang dihasilkan sebuah mineral berbahaya bernama Bavarium. Seperti yang bisa Anda prediksi, Rico Rodriguez menjadi satu-satunya ujung tombak untuk memastikan rencana gila yang saut ini tidak berhasil. Tak berjuang sendiri, Rico juga dibantu oleh teman-temannya yang lain, seperti Dimah – seorang perempuan tua dan juga peneliti yang secara konsisten menawarkan gadget baru, hingga Mario – teman masa kecilnya yang setia.
Pertarungan untuk merebut kekuasan dari tangan Di Ravello tentu bukan pekerjaan mudah. Ia membangun begitu banyak resource untuk memastikan kekuasaanya tak rontok begitu saja, dari sekedar menara propaganda yang secara konsisten melemparkan informasi sesat di semua kota Medici, billboard untuk terus mengingatkan rakyat siapa yang berkuasa, hingga infrastruktur militer dengan segala persenjataan berat yang didesain untuk menghapus segala jenis ancaman yang mungkin muncul, apalagi dengan kelompok pemberontakan yang terus berjuang untuk menggulingkan dirinya. Strategi ini tentu saja efektif, setidaknya hingga Anda – Rico Rodriguez mulai bertindak.
Lantas, ancaman seperti apa yang harus Anda hadapi untuk memastikan Di Ravello hengkang dari Medici? Mampukah Rico melakukannya? Semua jawaban dari pertanyaan tersebut bisa Anda jawab dengan memainkan Just Cause 3 ini.