Kritik pedas yang dilontarkan oleh banyak pihak di negara barat, terkait “keberanian” pakaian yang digunakan oleh karakter perempuan di game Jepang, ternyata mendapatkan perhatian khusus oleh developer Jepang. Baru-baru ini, game yang terpengaruh dengan kritik tersebut adalah Star Ocean 5, game JRPG yang sangat tinggi antisipasinya di kalangan gamer dunia. Berkat kritikan tersebut, karakter perempuan pada game ini mendapatkan sensor, terkait pakaian yang digunakannya.
Kasus sensor seperti ini bukan hanya terjadi sekali atau dua kali saja. Kecaman yang tinggi terhadap terlalu banyaknya kulit perempuan yang diperlihatkan oleh game Jepang bahkan bisa membuat developer bekerja dua kali untuk membuat versi game yang disensor. Pada Star Ocean 5, Character Designer Akira Yasuda menjelaskan bahwa studionya akhirnya memutuskan untuk menerapkan sensor tersebut. Sebagai contoh, Yasuda memperlihatkan perbandingan salah satu karakter bernama Miki, dengan sensor di bagian celana dalamnya.
Game dengan rating untuk remaja berumur 15 tahun ini dipandang oleh kritikus barat sebagai tidak cocok dengan target pemainnya. Menurut Yasuda, sudah ada banyak serangan dari negara barat yang menyatakan remaja tidak seharusnya menggunakan pakaian dalam yang seksi. Itu sebabnya Star Ocean 5 memutuskan untuk menambah porsi pakaian untuk karakter perempuan. Meskipun demikian, ada pula karakter yang memang tidak bisa dikurangi eksposurnya, seperti karakter spellcaster Fiore yang menggunakan pakaian dengan banyak “lubang.” Sebab, setting cerita dari Fiore adalah ia menggunakan beragam crest di kulitnya untuk menyerang musuh.
Sensor tersebut ternyata tidak hanya terjadi pada versi barat saja. Star Ocean 5 versi Jepang juga mendapatkan sensor yang serupa. Hal ini tentu saja mengundang begitu banyak protes, terutama dari komunitas gamer di Jepang, dengan beragam kata kutukan terhadap orang asing. Director dari Star Ocean 5, Hiroshi Ogawa, hanya bisa menyayangkannya sambil tertawa getir menyangkut keputusan untuk sensor tersebut.
Source: NeoGaf