Apakah kasus terburuk industri game yang pernah Anda dengar sebelumnya, setidaknya yang dilakukan oleh developer / publisher? Menjanjikan terlalu banyak dan gagal memenuhinya di saat rilis final? Sesuatu yang terhitung “biasa”. Mengeluarkan serangkaian DLC untuk sebuah game yang bermasalah di sisi teknis ? Bukan lagi barang baru. Jika berbicara soal kasus terburuk dan salah langkah yang bisa dilakukan seorang publisher, maka kasus yang baru saja terjadi dengan Digital Homicide bisa dijadikan sebagai contoh. Seberapa buruk? Cukup untuk membuat Valve akhirnya turun tangan dan menarik semua game mereka dari Steam.
Lantas, dosa macam apa yang sudah dilakukan oleh Digital Homicide ini? Mereka memutuskan untuk melakukan tuntutan hukum terhadap lebih dari 100 user Steam dengan nilai USD 15 juta, yang memberikan kritik pedas pada game yang mereka jual. Digital Homicide menyebut setiap dari review negatif ini merupakan pencemaran nama baik, konspirasi cyber-bullying, stalking, penghancuran hak milik, dan sebagainya. Valve tentu saja tak terima dengan hal ini. Sebagai gantinya? Mereka memutuskan untuk tak lagi bekerja dengan Digital Homicide dan menarik semua game mereka dari Steam.
Berhenti di sana saja? Ternyata tidak. Digital Homicide cukup “gila” untuk menempuh tindakan beresiko yang mungkin tak berani dilakukan oleh publisher lain. Benar sekali, mereka menuntut hukum Valve. Digital Homicide menyebut bahwa apa yang dilakukan Valve pada mereka adalah sebuah dukungan bahwa gamer punya hak untuk menyerang developer game. Bahwa tak seperti Facebook yang menerapkan sistem ban dengan melarang pihak yang menyerang, Valve justru menendang pihak yang mendapatkan serangan.
Apakah langkah yang dilakukan oleh Digital Homicide ini akan berbuah manis untuk mereka? Ataukah ini akan berakhir jadi salah satu blunder terbesar yang mereka lakukan? Kita tunggu saja.