Jika kita berbicara soal game mana yang pantas menyandang predikat sebagai game Playstation 2 terbaik, maka gamer-gamer yang sempat mencicipi Shadow of Colossus tak akan ragu untuk merekomendasikan game racikan Team ICO tersebut. Berbeda dengan game-game mainstream di kala itu yang mudah diprediksi, Shadow of Colossus hadir lugas. Dengan pedang, panah, dan seekor kuda yang setia – Anda diminta untuk membunuh makhluk-makhluk raksasa yang setiap darinya butuh strategi untuk ditundukkan. Bagi gamer yang lebih “veteran”, citarasa unik sebenarnya sudah ditawarkan oleh Team ICO lewat game perdana mereka – ICO yang berujung sebuah game escort dengan puzzle yang cerdas. Team ICO adalah salah satu developer dengan kekuatan yang sulit untuk sekedar diceritakan, tetapi butuh dialami sendiri.
Fokus sebagian besar industri game saat ini mungkin berpusat pada Final Fantasy XV yang sudah dikembangkan 10 tahun terakhir ini. Namun proyek yang dikembangkan oleh Team ICO – The Last Guardian juga sempat mengalami nasib yang sebenarnya tak banyak berbeda. Diperkenalkan sejak tahun 2007 – alias 9 tahun yang lalu – nasibnya terkatung-katung dan bahkan sempat dikabarkan, berakhir batal. Fumito Ueda dan sisa anggota Team ICO yang lepas dari Sony kemudian mengembangkan studio genDESIGN dan terus mengerjakan proyek yang kini berpindah ke Playstation 4 tersebut. Dan seperti halnya Final Fantasy XV, penantian selama bertahun-tahun tersebut akhirnya akan terbayarkan. The Last Guardian akhirnya meluncur sebagai produk komersial! Dan hasilnya? Fenomenal!
Kesan Pertama
Dari sisi premis, Anda mungkin bertemu dengan sebuah plot yang tak terdengar menarik sama sekali di atas kertas. Anda berperan sebagai seorang anak tanpa nama yang terbangun dengan sebuah binatang raksasa bernama Trico di sampingnya. Tersesat dan sepertinya terperangkap dalam nasib yang sama, si anak kemudian memutuskan untuk menyelamatkan binatang tersebut dan membangun ikatan pertemanan dengannya. Terdengar lemah dan murahan? Di atas kertas, iya. Namun kekuatan Team ICO aka genDESIGN untuk membangun ikatan emosional tersebut lah yang luar biasanya. Semuanya diracik di atas sebuah game dengan konten puzzle yang tak hanya menguras otak, tetapi juga cerdas dan membuat setiap inchi solusinya terasa memuaskan.
Satu daya tarik utama The Last Guardian adalah Trico. Lupakan dulu bentuk anehnya yang sepertinya menjadi kombinasi dari banyak binatang dalam satu tubuh, karena Trico adalah AI terbaik yang pernah kami lihat di video game manapun. Tak ada kata lebih tepat untuk menjelaskan binatang ini, selain fakta bahwa ia benar-benar mengagumkan.
Bukan seperti mobil atau mesin yang bisa Anda kendalikan sesuka hati, Trico adalah seekor binatang dengan tingkah laku sendiri dan tentu saja, kemampuan yang terbatas untuk mengerti bahasa manusia itu sendiri. Maka seperti halnya binatang, ia terkadang teralihkan perhatiannya oleh merpati yang melintas di depan mata, senang bermain dengan tali rantai yang Anda panjati, suka menggelindingkan sebuah tong yang jadi makanannya, takut air, hingga meraung frustrasi ketika tak mengerti perintah Anda. Detailnya benar-benar luar biasa, dan kami tak bermaksud untuk hiperbola sama sekali. Jika ada satu standar AI binatang di industri game yang akan terus dibicarakan, Trico adalah jawabannya. genDESIGN bahkan cukup detail hingga membuat binatang ini secara reflek akan menutup mata ketika Anda memanjat di wajahnya. Gila! Gila! Gila!
Sementara dari sisi gameplay, The Last Guardian adalah sebuah game puzzle yang tak bisa dibilang sederhana. Tak seperti halnya game-game modern saat ini, ia mengambil pendekatan game yang lebih tradisional – tanpa bantuan sama sekali. Anda hanya dihadapkan pada situasi tertentu dan diminta untuk memikirkan sendiri kira-kira apa yang harus Anda lakukan. Dan puzzlenya juga didasarkan pada physics. Ditambah dengan sikap alami binatang Trico yang terkadang tak ingin menuruti perintah Anda, The Last Guardian memang mudah membuat Anda merasa frustrasi. Namun rasa puas setiap kali Anda bergerak menujuk ke tempat selanjutnya jadi sebuah penghargaan tersendiri.
Untuk sementara ini, terlepas dari betapa istimewanya gameplay yang ada, The Last Guardian memang masih dipenuhi beberapa masalah teknis. Framerate yang berantakan di beberapa tempat, kamera yang tak intuitif untuk melihat sekeliling yang notabene esensial untuk game puzzle seperti ini, dan minimnya tutorial jadi catatan sementara ini.
Kami sendiri akan mereview The Last Guardian besok. Sembari itu, izinkan kami melemparkan segudang screenshot fresh from oven yang saat ini, sebenarnya jadi kandidat terkuat kami untuk merebut predikat sebagai Game of the Year versi JagatPlay. The 9 years wait worth every damn second..