Sebagian besar dari Anda mungkin sudah pernah memainkan Don’t Starve untuk waktu yang cukup lama ketika review ini meluncur secara resmi di situs JagatPlay. Sebagai salah satu game indie yang berhasil tampil memukau di pertengahan tahun 2013 silam, Don’t Starve yang sempat meluncur untuk platform PC memang menawarkan sebuah sensasi gameplay unik yang berbeda dengan sebagian besar genre yang ada. Lepas dari tren mainstream yang selalu berkisar tentang darah, potongan tubuh, tembakan ribuan peluru, atau mecha raksasa dan destruktif, Don’t Starve hanya menuntut Anda untuk melakukan satu tugas super sederhana – bertahan hidup. Memastikan diri selamat dari semua elemen yang memang seolah didesain untuk memastikan nyawa Anda melayang secepat mungkin.
Dikembangkan oleh Klei Entertainment, Don’t Starve memang berhasil mendulang begitu banyak penilaian positif, tidak hanya dari para gamer, tetapi juga dari media-media game yang sudah pernah menjajalnya. Lantas mengapa kami baru menjajalnya saat ini? Pertama, karena waktu yang terbatas sehingga melewatkan game keren yang satu ini di masa lalu. Kedua? Karenanya seperti halnya RESOGUN dan Contrast, Don’t Starve – Console Edition ditawarkan secara cuma-cuma untuk para pelanggan PS Plus, yang akhirnya dirilis untuk Playstation 4. Dengan terbatasnya game yang bisa direview dari konsol next-gen Sony yang satu ini, keputusan yang paling bijak adalah mencicipi sebagian besar game yang ia tawarkan. Pilihan yang tepat, karena sulit untuk tidak jatuh cinta dengan game yang satu ini.
Lantas apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Don’t Starve? Mengapa kami menyebutnya sebagai seri yang berpusat pada usaha untuk bertahan hidup? Review ini akan mengupasnya lebih dalam untuk Anda.
Apapun untuk Bertahan Hidup
Sebagai sebuah game “action-adventure”, Don’t Starve tentu saja menawarkan sebuah latar belakang plot sebagai penjelasan mengapa Anda bisa terjebak dalam situasi mematikan ini, terlepas dari perannya yang memang terhitung signifikan dibandingkan keunikan gameplay yang ditawarkan. Anda akan berperan sebagai seorang penemu bernama Wilson yang tengah berjuang menemukan sebuah inovasi yang luar biasa. Namun kegagalan demi kegagalan justru mendorong Wilson untuk bekerja sama dengan sosok misterius bernama – Maxwell, yang baru diketahui, adalah iblis itu sendiri. Dengan menggunakan mesin khusus, Wilson dilemparkan menuju ke sebuah dunia berbahaya seorang diri, tanpa bekal apapun. Perjuangan untuk menyelamatkan diri sendiri pun dimulai.
Bertahan hidup, hanya inilah kata kunci yang Anda butuhkan untuk menikmati Don’t Starve sendiri. Berada dalam dunia asing yang penuh dengan makhluk super aneh, dari yang damai, hingga yang eksistensinya memang didesain untuk mengancam keberadaan Anda, Wilson dituntut untuk menggunakan kecerdasannya. Inti permainan Don’t Starve adalah memastikan karakter Anda bertahan hidup selama mungkin, atau bahkan membentuk gaya hidup mandiri. Seperti kembali ke masa purba, Anda harus berburu dan meramu, menciptakan beragam perlengkapan yang akan memudahkan hidup Anda ke depannya.
Seperti nama gamenya sendiri “Don’t Starve”, tingkat survivabilitas Wilson akan dibagi menjadi tiga kategori utama: rasa lapar, kewarasan, dan tentu saja health. Anda harus memastikan ketiga indikator ini berada dalam status yang sehat untuk terus melanjutkan perjalanan. Gagal di salah satu? Anda harus bersiap mengulang perjalanan Anda kembali dari awal karena mekanik Don’t Starve yang memang mengusung permanent death.
Satu-satunya cara untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut adalah dengan berburu beragam resource yang tersebar luas di map Don’t Starve yang hadir dengan sistem acak dan luas. Dengan hanya menekan tombol aksi, Anda bisa memanen buat berry liar, jamur, atau sekedar wortel liar yang tumbuh begitu saja dan memakan mereka mentah-mentah. Namun seiring dengan progress permainan, Anda akan mulai merasa bahwa kehidupan seperti ini tidak akan pernah cukup untuk memenuhi setiap kebutuhan Anda untuk bertahan hidup. Sebuah fase hidup selanjutnya dimulai, meramu.
Dengan semakin sulitnya mencari resource untuk sekedar makan, menjadi pilihan yang jauh lebih rasional untuk memastikan kegiatan berburu Anda berjalan super efektif. Tidak lagi harus mengeksplorasi dunia secara acak, Anda bisa menggunakan setiap resource yang Anda dapatkan untuk membangun perlengkapan yang lebih menjanjikan. Menemukan batu dan ranting? Lewat user-interface yang sederhana, Anda bisa memulai membangun kapak. Dengan kapak, Anda akan bisa memotong pohon dan mengumpulkan kayu bakar untuk memperbesar kesempatan bertahan hidup ketika malam. Atau Anda bisa membuat perangkap untuk berburu binatang kecil yang tentu saja, lebih bisa diandalkan untuk dijadikan sebagai sumber makanan. Anda juga akan mulai bisa melawan balik sejumlah binatang liar yang dulunya mungkin akan membunuh Anda dengan mudah.
Perlahan namun pasti, Anda mulai menemukan beragam teknologi yang memang didesain untuk mendukung gaya hidup yang cenderung lebih menetap. Mencari spot yang memang menguntungkan, Anda dapat mengumpulkan resource liar dan mulai bercocok tanam atau bahkan memburu tangkapan yang jauh lebih mematikan. Anda bisa membangun gaya hidup dan mengatur setiap aksi untuk memastikan potensi bertahan hidup yang lebih besar. Menariknya lagi? Don’t Starve mampu “mensimulasikan” hal tersebut dengan baik. Perlahan namun pasti, gaya hidup swadaya seperti ini, mulai membuat permainan jauh lebih kompleks. Kebutuhan akan resource spesifik dan langka membuat Anda harus mulai menyusun prioritas. Karena pada akhirnya, masalah Anda hanya satu: waktu.
Setiap hari “neraka” yang Anda jalani akan terbagi dalam tiga fase waktu – pagi, sore, dan tengah malam yang membuat setiap aksi Anda kini akan terdesak oleh terbatasnya waktu. Sebagai waktu yang paling aman untuk mengumpulkan setiap resource yang ada, Anda mulai harus menyusun prioritas aksi, apalagi ketika Anda membutuhkan banyak hal untuk memastikan Wilson bertahan hidup. Lapar? Tetapi Anda juga kurang kayu bakar untuk melewati malam? Sementara di sisi lain, Anda juga butuh tali untuk membangun tombak baru setelah tombak sebelumnya mulai hancur karena sering dipakai? Dengan terbatasnya waktu, Anda harus menentukan kebutuhan yang paling krusial dan mulai menimbun resource sebelum bisa beralih ke aktivitas lainnya. Usaha untuk mencapai hidup yang self-sufficient memang bukan perkara mudah di Don’t Starve.
Karena pada akhirnya, Anda tidak akan bisa melakukan apapun di malam hari. Ketika malam melanda dan gelap gulita, Wilson menjadi sangat rentan untuk diserang oleh gerombolan musuh yang tidak terlihat sama sekali. Untuk memastikan diri selamat, Wilson harus membangun api unggun sebagai penerang, sekaligus sebagai media untuk mempertahankan tingkat kewarasan yang ia miliki. Untuk memastikan api bisa bertahan melewati malam, Anda harus punya resource seperti kayu bakar, arang, atau sekedar ranting untuk membuatnya terus hidup. Anda sebenarnya masih bisa melakukan eksplorasi kecil-kecilan dengan menggunakan obor, namun tidak disarankan, karena resiko besar yang mungkin akan mengakhiri petualangan Anda. Ini menambah list resource yang harus Anda kumpulkan. Makanan? Kayu bakar? Senjata? Benih? Ini belum seberapa jika Anda berambisi untuk membuat hidup Wilson kian dapat diandalkan di tengah “pengasingan”nya ini.
Anda juga bisa membangun sebuah item bernama Science Machine yang bisa digunakan untuk membangun perlengkapan yang lebih canggih dengan beragam fungsi yang tidak bisa ditawarkan oleh item-item sebelumnya. Masalahnya, setiap item baru ini akan menuntut Wilson untuk mencari resource-resource langka dengan posisi yang cukup jauh, sehingga membutuhkan perencanaan tersendiri, apalagi ketika Anda berada jauh dari base camp utama. Belum lagi, Anda juga berpotensi bertemu dengan sejumlah ancaman baru yang mungkin belum bisa Anda tangani dengan equipment yang Anda miliki sekarang. Di sinilah, kebutuhan untuk membangun senjata dan armor yang lebih tahan banting juga memainkan peranan penting. Don’t Starve mulai bertransformasi dari sebuah game yang menuntut Anda bertahan hidup, menjadi sebuah game yang menuntut Anda untuk mengatur resource, dan akhirnya – menundukkan lingkungan baru itu sendiri. Ini bukan sekedar membangun item secara acak, tetapi memanfaatkan semua hal yang Anda miliki sesuai dengan kebutuhan, efektif, dan penuh perencanaan.
Terdengar cukup sulit? Game ini memang membutuhkan cukup banyak proses trial dan error, mengingat sang developer yang sama sekali tidak menyuntikkan tutorial apapun di dalamnya. Anda benar-benar hanya dilempar ke sebuah dunia baru dan diminta untuk bertahan hidup, sekejam dan sesederhana itu. Tidak ada yang memberi tahu Anda apa yang harus dilakukan untuk mencapai hal tersebut. Perlahan, Anda mulai belajar tentang bahan makanan apa saja yang bisa Anda konsumsi, apa saja resource yang harus Anda kumpulkan untuk membuat benda-benda yang lebih krusial, pentingnya api, science machine, dan beragam kejutan ekstra yang tetap hadir ketika Anda tetap mengeksplorasi setiap sudut yang ada. Dan dari minimnya informasi ini, Don’t Starve menghadirkan tantangan tersendiri, yang tentu saja – sangat menarik. Satu-satunya yang Anda miliki hanyalah peta yang bisa Anda akses via touchpad DualShock 4 untuk memperlihatkan gambaran area yang sempat Anda eksplorasi sebelumnya.