Virtual Reality adalah masa depan industri game, ini adalah sebuah pernyataan yang sudah pasti Anda dengar. Kesempatan untuk menikmati industri game dalam format yang lebih imersif adalah sebuah konsep futuristik yang dulu hanya bisa kita temui dalam buku dan film-film sci-fi, yang kini, berubah menjadi produk komersial yang bisa kita jajal lewat beragam platform yang ada. Namun kesuksesan industri VR akan sangat bergantung pada dua hal: konten dan kemudahan akses. Konten yang menarik tentu saja pelan tapi pasti akan menarik orang menjajal dunia virtual yang berbeda ini. Sementara ketersediaan perangkat VR yang tak lagi menguras kantong akan menjadi motor pendorong super efektif untuk itu.
Yang menarik? Perangkat VR tak selalu milik konsol (Playstation VR) ataupun PC (Oculus Rift dan HTC Vive). Banyak perangkat mobile kini juga berusaha masuk ke dalam pasar potensial yang masih terbuka lebar ini lewat beragam peripheral VR pendukung yang ditawarkan dengan harga yang cukup terjangkau. Ada Samsung Gear untuk perangkat smartphone level tinggi Samsung hingga Google Cardboard yang bisa Anda rangkai dengan material karton tak murahan yang bisa diaplikasikan untuk banyak perangkat mobile berperforma di atas rata-rata. Google sepertinya mengerti potensi tersebut dan berusaha masuk ke dalam pasar ini lagi dengan satu varian produk yang lebih reliable – Google Daydream.
Namun tak seperti Google Cardboard yang membuka akses ke hampir semua smartphone yang tersedia di pasaran saat ini, Daydream didesain untuk sensasi VR yang lebih nyaman di resolusi lebih tinggi. Sebuah standarisasi untuk membuat pengalaman virtual reality yang lebih imersif di perangkat mobile. Untuk mencapai hal tersebut, Google hanya membuka akses Daydream untuk beberapa perangkat mobile high-end berbasis Android 7 saja. Ada Google Pixel, Axon 7, Mate 9 Pro, Zenfone AR, dan yang terakhir – perangkat yang secara resmi masuk ke pasar Indonesia dan kami gunakan untuk pengujian ini – Moto Z.
Dengan kebutuhan kemampuan CPU dan GPU yang tinggi, Lenovo Moto Z memenuhi apa yang dibutuhkan Google untuk memastikan Daydream ini mencapai kualitas terbaik. Moto Z sendiri diperkuat oleh Qualcomm Snapdragon 820 dan layar super AMOLED 5,5 inchi bersolusi 2560 x 1440. Ia juga sudah didukung sistem operasi Android 7.0 aka Nougat yang menjadi standar untuk bisa mencicipi Google Daydream.
Jadi, apa yang sebenarnya ditawarkan oleh Google Daydream ini? Apa yang membuatnya berbeda dibandingkan dengan perangkat VR mobile lainnya yang kini berada di kisaran harga lebih rendah? PlayTest kali ini akan membahasnya lebih dalam untuk Anda.
Desain dan Fitur
Terasa seperti Google Cardboard yang “naik kelas”, ini mungkin kesan pertama yang muncul ketika kami mencicipi Google Daydream untuk pertama kalinya dengan Moto Z ini. Tak lagi sekedar berbahan karton dengan warna yang kusam, Daydream kini dibangun dengan bahan plastik yang kini dibungkus dengan kain. Pemilihan bahan seperti ini, apalagi dengan ekstra busa untuk menahan bagian wajah ketika digunakan, membuatnya menjadi lebih nyaman untuk digunakan. Namun di sisi lain, bahan ini juga bisa menjadi bumerang karena mudah menyerap bau dan keringat. Berita baiknya? Anda boleh tak ragu membersihkannya sesuai dengan kebutuhan. Bagian dalam Google Daydream yang bersinggungan dengan kulit Anda bisa dilepas jika Anda ingin membersihkannya dengan cairan, misalnya. Fakta bahwa tak ada komponen elektronik yang disematkan di dalam seperti layaknya perangkat VR mobile kompetitor yang lain, membuat proses tersebut juga lebih mudah jika Anda ingin membersihkannya secara keseluruhan.
Yang menarik adalah fakta bahwa peripheral yang dibanderol dengan USD 79 (dan sempat dibanderol dengan harga USD 49) ini juga diperkuat dengan perangkat tambahan berupa motion sensor untuk pengalaman VR yang lebih baik. Ini tentu saja membuat kesan teknologi Daydream yang sudah terasa ringan di kepala lewat kombinasi materialnya menjadi jauh lebih mutakhir dibandingkan dengan perangkat VR kompetitor lainnya. Bahwa lewat perangkat motion sensor yang bisa digunakan dengan nyaman di tangan besar sekalipun ini, Anda diberikan satu jembatan untuk masuk ke dalam wilayah interaktif konten VR yang ia sediakan dalam sensasi yang lebih intuitif.
Anda bisa menyederhanakan fungsi motion sensor layaknya PS Move untuk Playstation VR. Bahwa ia berfungsi sebagai “tangan” Anda di dalam dunia virtual itu sendiri. Untuk game atau aplikasi experience yang memiliki elemen interaktif di dalamnya dari kacamata orang pertama, seperti Fantastic Beast misalnya, motion sensor ini bisa Anda arahkan ke objek penting yang menjadi fokus utama cerita. Di tengahnya Anda bisa menemukan satu tombol kecil untuk “Home” dan satu tombol lagi untuk “Konfirmasi” sekaligus bisa ditahan untuk memperbaiki tata letak menu atau dunia VR di depan mata Anda. Kerennya lagi? Tak sekedar tombol saja, ia juga memuat sensor sentuh yang bisa Anda gerakkan dengan jempol Anda untuk melakukan navigasi secara sederhana dan cepat.
Dengan menggunakan aplikasi Daydream itu sendiri, Anda juga tak butuh banyak direpotkan dengan beragam langkah. Seperti yang kami uji dengan Moto Z, Anda hanya butuh mengunduh aplikasi Daydream tersebut dari PlayStore dan ia akan otomatis masuk ke menu yang dibutuhkan ketika mulai digunakan di Daydream VR itu sendiri. Google menyediakan satu garis kecil Anda letakkan di bagian tengah penopang untuk memastikan Anda mendapatkan pengalaman VR yang berimbang dan nyaman di kedua mata Anda. Sisanya? Tinggal mengatur posisi motion sensor Anda, dan voila! Ia langsung bisa dinikmati.
Walaupun demikian, bukan berarti perangkat ini terhitung sempurna. Salah satu yang jadi masalah besar adalah celah penopang hidung yang masih terhitung besar, bahkan untuk standar kami yang punya hidung cukup besar. Celah yang membuat cahaya bisa masuk dari luar ini memang membuat Anda bisa melihat sekeliling dengan instan jika dibutuhkan, namun tak bisa disangkal, berakhir membuat pengalaman VR yang seharusnya imersif dengan satu sumber cahaya di depan menjadi sedikit tercederai. Dibandingkan dengan perangkat VR lain seperti PSVR misalnya, ia juga sedikit tak bersahabat dengan gamer berkacamata, apalagi jika Anda punya frame yang besar atau tebal. Namun untungnya, bisa disiasati dengan mengatur tali pengikat kepala yang bisa dilonggarkan cukup besar jika memang dibutuhkan.