Ngebayangin kalau kita akhirnya punya hari kita sendiri, satu hari nasional yang didedikasikan buat ngerayaiin apa yang kita suka dan cinta selama ini memang udah kayak mimpi yang jadi kenyataan. Dari sebuah hobi yang kagak bisa dimengerti sama orang awam dan terus dianggap seperti “anak-anak yang gagal dewasa”, kita akhirnya punya kesempatan buat memperkenalkan kepada publik apa itu video game dan mengapa ia bisa dijadikan alternatif media hiburan interaktif yang menarik buat enggak cuman sekedar dicicipin, tetapi juga dipelajarin. Karena enggak seperti negara maju di luar sana yang mulai memaksimalkan potensi video game buat hal-hal yang lebih produktif, video game masih dilihat sebagai sesuatu yang enggak ada gunanya di Indonesia. Itu adalah fakta yang ada, mau kita terima atau enggak.
Sebagai orang yang juga bisa dicap “gamer Indonesia”, gua pribadi punya harapan yang cukup besar ketika beberapa organisasi yang ada, termasuk pemerintah akhirnya mutusin 8 Agustus 2016 sebagai Hari Game Indonesia, untuk apapun tujuannya. Dan lu juga ketemu dengan begitu banyak dukungan dan logo yang muncul di situs resminya, dengan publisher dan media partner bertebaran di sana. Tetapi kenapa JagatPlay enggak? Kenapa JagatPlay enggak termasuk salah satu media yang ikut ngerayaiin hari pertama untuk perayaan yang seharusnya bersejarah buat gamer Indonesia ini?
Gua ngerilis artikel NgeRacau ini untuk memberikan perspektif yang berbeda. Biarkan gua bergerak dan melihat dari kacamata “orang luar”, dengan perspektif yang mungkin dipandang orang-orang sebagai sesuatu yang pesimis atau negatif. Izinkan gua untuk melihatnya dari kacamata yang lebih rasional dan bukan sekedar karena hype atau terbebani keharusan untuk mendukung karena status gua sebagai pemimpin sebuah media game di Indonesia. Mari kita berdiskusi soal hari “bersejarah” ini, karena itu selalu jadi fokus artikel NgeRacau seperti ini.
Apa yang Harus Dirayakan?
Antusiasme gua untuk Hari Game Indonesia di awal memang begitu tinggi, dan gua sangat tertarik untuk masukin JagatPlay sebagai salah satu media yang mendukung perayaan ini. Namun dengan waktu yang berlalu, gua mulai berusaha berpikir lebih rasional soal “hari besar” ini, setidaknya dari kacamata gua sebagai seorang gamer Indonesia. Pertanyaan pertama yang seharusnya esensial tapi belum gua dapet jawabannya hingga saat NgeRacau ini ditulis adalah, “Apa yang Harus Dirayaiin?”.
Apa yang harus gua rayakan? Apa yang harus membuat gua bangga sebagai seorang gamer yang tinggal di Indonesia? Jujur, gua sampai sekarang belum dapat jawabannya. Gua mulai masuk ke dalam situs Hari Game Indonesia itu sendiri buat ngerti misi dan visi mereka, dan dapetin kalimat yang gua kutip berikut ini:
“Asosiasi Game Indonesia (AGI) ingin mengajak kita semua bersama-sama untuk membentuk HARI GAME INDONESIA (HARGAI) yang tujuannya adalah untuk memberikan penghargaan kepada masyarakat Indonesia yang telah mendukung industri game di Indonesia selama ini. Dan kami juga harapkan masyarakat Indonesia terus mendukung dan menghargai game-game di Indonesia.”
Ini hari dilemparin buat memberikan penghargaan kepada masyarakat Indonesia yang selama ini sudah mendukung industri game di Indonesia? Dukungan seperti apa? Penghargaan seperti apa? Apa karena status kita sebagai konsumen yang sekedar gak ragu buat beli game original gitu? Atau lu yang sekedar masuk ke dalam situs JagatPlay buat baca dan komentar, terus ngasih visit biar ini situs gaming juga termasuk dalam “masyarakat yang mendukung industri game di Indonesia”? Atau jangan-jangan lu semua gak dihitung karena JagatPlay sendiri gak terdaftar sebagai partisipan? Gua punya banyak pertanyaan yang butuh jawaban.
Karena gua harus berkata jujur bahwa gua enggak punya perasaan bangga sama sekali sebagai seorang gamer yang tinggal di Indonesia. Apa yang mesti gua banggaiin dan apa yang mesti gua rayakan? Kita adalah negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, dan kapan terakhir kali lu lihat kita punya prestasi yang bisa dibanggakan dari sisi gaming? Yang gua tahu cuma tim sekelas NXL doank yang masih bisa bawa pulang piala dan prestige dari turnamen internasional, serta beberapa tim Point Blank yang didukung sama Garena. Sisanya? Bahkan negara “kecil” seperti Filipina saja dilihat Valve sebagai negara yang lebih potensial untuk nyelenggaraiin turnamen raksasa sekelas The Major, dan bukannya Indonesia.
Apa yang mesti kita rayakan? Kita tinggal di sebuah negara yang bahkan enggak punya sistem rating umur untuk video game yang masuk, yang gak ragu buat bikin video game sebagai kambing hitam dari beberapa masalah yang ada. Apa yang mesti kita rayakan ketika gua pribadi, terlepas dari minimnya pengetahuan gua, cuman nulis informasi dan review game-game Indonesia mungkin maksimal 2-3 buah per tahun. Apa yang mesti gua rayakan ketika game Indonesia yang gua tahu berhasil mencuri perhatian dunia hanya Dreadout saja? Sementara di sisi lain, developer luar seperti di Vietnam gak ragu buat adaptasiin cerita perang mereka ke dalam sebuah game FPS sekelas “7554”, yang walaupun gak memesona, tapi jadi gebrakan tersendiri. Apa yang harus gua rayaiin?
Menarik memang, ketika negara kita – Indonesia udah punya hari game sendiri. Sementara negara-negara raksasa lain yang dengan jelas ngejadiin video game sebagai salah satu pondasi ekonomi seperti Jepang atau Korea Selatan dengan scene e-Sportsnya yang udah gak beda sama pertandingan olahraga biasa, ternyata gak punya hari game mereka sendiri-sendiri. Negara seperti China dengan pertumbuhan video game yang super pesat juga masih belum mengadopsi hari yang serupa. Kenapa negara-negara seperti ini gak tertarik terlepas dari peran video game yang lebih besar di hidup mereka? Sementara di sisi lain, Indonesia yang belum punya kebanggaan apapun dari sisi video game justru mulai punya hari sendiri? Pertanyaannya kembali satu, apa yang harus kita rayaiin?