Pada awalnya, video game didesain untuk satu tujuan utama – menyebarkan rasa senang. Karena pada akhirnya, sesuai dengan namanya, video game adalah sebuah bentuk permainan dalam bentuk digital. Namun seiring dengan perkembangan zaman, terutama berkat peningkatan performa tiap generasi konsol dan PC yang mengemuka, video game berevolusi menjadi sesuatu yang lebih dari sekedar alat untuk bersenang-senang. Ia menawarkan tantangan, hiburan, cerita yang tak kalah kuat dan fantastis dibandingkan dengan novel ataupun film sekalipun, hingga sebuah sarana pengalaman interaktif yang tak mungkin Anda temukan di media hiburan manapun. Satu yang pasti, video game tak lagi sekedar permainan belaka di mata gamer. Hobi utama ini bisa berakhir jadi sebuah produk yang butuh investasi emosional tersendiri untuk bisa dinikmati. Termasuk yang berhubungan dengan rasa marah.
Senang dan gembira bisa dibilang hanyalah satu sisi mata koin yang akan bisa dinikmati gamer dari semua game yang mereka cicipi, sementara rasa marah dan frustrasi berada di sisi sebaliknya. Mengapa? Karena tak jarang, investasi emosi yang Anda lakukan untuk sebuah game justru berakhir memberikan feedback negatif karena satu hal dan yang lainnya. Hasilnya? Alih-alih senang, Anda justru ingin rasanya berteriak sekeras mungkin untuk meluapkan semua rasa kesal yang tersimpan di hati Anda karena beberapa proyek ini. Namun di sisi lain, ini adalah bentuk rasa marah yang tak akan bisa dimengerti oleh mereka yang awam. Sebuah ekspresi kekesalan yang mungkin akan dilihat mereka yang non-gamer sebagai sesuatu yang terlalu berlebih-lebihan dan tak terasa sesignifikan yang kita rasakan.
Lantas, dari semua sumber kemarahan yang ada, yang mana saja yang bisa disebut sebagai “kasus khusus” yang hanya akan dirasakan dan dimengerti oleh gamer? Berikut adalah list dari JagatPlay:
-
“Miss”
Ini adalah kejadian paling menyebalkan yang bisa Anda temukan di sebuah game RPG ataupun Strategy yang Anda temui. Satu kata yang ketika muncul di layar akan langsung membuat emosi Anda setidaknya naik. Semakin sering ia muncul, semakin tinggi emosi Anda, semakin ingin pula Anda membalik meja atau menghancurkan stik yang berada di tangan. Benar sekali, kita membicarakan kata “Miss”. Miss di sini berarti serangan yang Anda lancarkan untuk musuh yang berada di hadapan Anda, sedekat apapun, berakhir meleset dan tak menimbulkan damage sama sekali. Parahnya lagi? Hal ini sering diikuti dengan serangan balik musuh yang membuat HP Anda semakin sekarat. Melihat kata miss di serangan Adna, apalagi di saat genting yang sangat menentukan siapa yang akan hidup dan mati adalah sebuah mimpi buruk yang siap untuk membuat Anda mengumpat dengan suara terkeras.
-
Desain Ribet untuk yang Tak Harus Ribet
Tidak ada game yang sempurna, namun secara logika, game yang seharusnya sederhana sepantasnya pula punya mekanik gameplay yang mudah untuk dikuasai. Satu tombol untuk melompat, satu tombol untuk menyerang, dan sisa lainnya bisa digunakan untuk ekstra serangan apapun yang ingin disuntikkan oleh developer. Namun berapa sering Anda menemukan bahwa game “sederhana” yang sudah lama Anda antisipasi ini ternyata punya keribetan yang tak bersumber dari sesuatu yang seharusnya berakhir demikian? Di sanalah rasa kesal dan amarah bertumpuk, dan akan bertembah besar seiring dengan waktu berjalan. Sebagai contoh? Game klasik spin-off dari Mortal Kombat – MK Mythologies: Sub-Zero, misalnya. Game platformer dua dimensi yang hanya meminta Anda untuk bergerak ke kanan dan ke kiri ini tak bisa dimainkan layaknya sebuah game platformer pada umumnya. Ia punya satu tombol khusus untuk membalikkan badan, ia punya jarak tertentu yang harus ditempuh agar lompatan bisa tepat di platform yang Anda inginkan, bahkan ia punya puzzle lompatan tinggi yang berhasil tak berhasilnya ditentukan dari posisi dimana tubuh Anda menghadap tanpa ada tutorial sama sekali. It’s stupid..
-
Thrower
Lantas, bagaimana dengan game-game berbasis multiplayer sendiri? Dibandingkan dengan game-game single player, sumber kemarahan dari game seperti ini memang punya potensi lebih besar. Berinteraksi langsung dengan gamer yang tak Anda kenal dan tak pernah lihat wajahnya seolah jadi justifikasi tak langsung bahwa mereka dan Anda sendiri, punya hak untuk memaki dan melontarkan pernyataan menyakitkan hati apapun. Namun dari semua jenis gamer multiplayer di luar sana, yang terburuk dan paling membuat emosi adalah para thrower. Tak lagi sekedar dalam kata-kata dan bahasa, seperti julukannya, orang-orang seperti ini akan berusaha sekeras mungkin untuk membuat tim-nya sendiri kalah. Bunuh diri, memberi tahukan posisi kawan kepada lawan, hingga terus memanipulasi beragam hal dalam gameplay untuk sekedar memuaskan ego-nya yang merasa tersakiti adalah mimpi buruk sebuah game multiplayer. Gamer-gamer seperti ini akan membuat Anda ingin punya kekuatan dan keberanian seperti John Wick.
-
Bug Omong-Kosong
Kesalahan bukan di kita dan masalah ini seringkali muncul karena ketidaktelitian para developer untuk membersihkan mereka secara rilis. Benar sekali, kita membicarakan bug. Ketika pengalaman bermain Anda yang seharusnya berjalan mulus tiba-tiba harus terganggu dan bahkan berakhir karena satu hal yang tak berjalan semestinya, sulit rasanya untuk tidak menahan rasa amarah karena kesalahan penuh omong-kosong seperti ini. Pintu yang tiba-tiba tak mau terbuka sehingga Anda tak bisa bergerak ke titik selanjutnya, karakter yang tiba-tiba terkunci di satu titik dan menolak untuk bergerak, hingga musuh yang menolak mati untuk alasan yang tak jelas. Dari semua bug yang ada, yang paling mengesalkan dan membuat Anda hendak membalikkan meja? Ketika game yang Anda cicipi, terutama RPG, tiba-tiba menolak untuk merekam dan mengakui bahwa Anda sudah menyelesaikan satu buah quest terlepas dari fakta bahwa Anda sudah memenuhi hampir semua hal yang diminta. GIVE ME MY RIGHTS!