Ketika berbicara mengenai perang, game merupakan media yang paling sering membawanya sebagai tema utama. Meskipun media film juga tidak kalah banyaknya, tetapi hanya melalui game saja pemirsanya dapat langsung merasakan ketegangan di dalam perang, walaupun hanya segelintir saja bila dibandingkan kekejian yang terjadi di dalam perang asli. Beragam genre sudah mencelupkan jarinya ke dalam tema tersebut, terutama game shooter dan Real Time Strategy atau RTS, yang notabene menjadikan perang sebagai inti dari gamenya.
Bila gamer ingin merasakan perang berskala besar, rasanya hanya melalui RTS saja hal itu bisa dirasakannya. Sebab tidak seperti shooter, RTS memberikan kebebasan untuk gamer mengatur dan melihat dalam sudut pandang yang lebih besar bila dibandingkan game shooter. Namun, RTS sekalipun tidak semuanya mampu memperlihatkan perang dalam skala masif. Hal inilah yang diincar oleh Ashes of The Singularity; game ini mampu memperlihatkan seperti apa perang masif itu seharusnya berlangsung!
Tidak seperti game RTS berskala besar lain yang mengutamakan formasi dan dimainkan dalam kecepatan lambat, seperti pada seri Total War, Ashes of The Singularity justru memiliki kesan cepat seperti StarCraft. Bila ingin disamakan, mungkin lebih dekat bila dibandingkan dengan Supreme Commander dan Total Annihilation, terutama bila dilihat dari jumlah unit yang mampu Anda bangun ketika bermain! Namun, game ini memiliki jumlah unit yang jauh lebih besar, sampai ribuan unit!
Memainkan RTS dengan jumlah pasukan super besar seperti ini tentu menimbulkan masalah baru, misalnya dari sisi pengendalian dan AI pasukan. Untungnya, Ashes of The Singularity memiliki sistem yang mampu mengatur semua itu dengan baik. Cukup mengejutkan memang, tetapi game ini kenyataannya mampu membuat pertempuran berjalan dengan teratur, tepat seperti strategi yang Anda buat dan inginkan! Sistem apa yang mampu menghasilkan keajaiban tersebut akan kami bahas nanti.
Lalu, bagaimana dengan tampilan grafisnya? Hal ini merupakan tantangan lain yang berhubungan erat dengan sistem gaming PC yang digunakan untuk memainkannya. Preset dari game ini sendiri cukup adil dan mampu mencakup beragam macam spesifikasi PC yang menjalankannya, mulai dari kelas menengah sampai paling tinggi. Ketika kami memainkan game ini dengan setting tertingginya, detail grafis unitnya memang cukup tinggi, terutama ketika kami zoom sampai sangat dekat. Namun, untuk detail grafis landscapenya tidak terlalu mewah.
Perlu diperhatikan pula untuk berhati-hati memilih setting ketika ingin bermain melawan lebih dari dua musuh. Sebab, jumlah unit yang bisa ada di layar permainan sekaligus dapat mencapai beberapa ratus sampai seribu. Terlebih lagi ketika bermain melawan lima lawan sekaligus! Ketika kami bermain melawan lima lawan dengan menggunakan setting grafis tertinggi, game praktis hampir tidak dapat dikendalikan karena saking rendahnya frame rate! Sebab bukan banya CPU saja yang akan dibebani dalam game ini, Graphics Card juga memegang peranan penting! Jadi, bila Anda tidak punya kartu grafis kelas atas, sebaiknya tidak terlalu terlena dan menggunakan setting yang tinggi!
Ceritanya Lemah
Tujuan dari Ashes of The Singularity adalah gameplay Multiplayer dan Skirmish (pemain melawan komputer). Itu sebabnya sisi cerita dari game ini begitu lemah sampai tidak menarik untuk diikuti. Meskipun menurut kami tema cerita yang digunakan dalam game ini cukup menarik, tetapi pembawaannya sendiri di dalam game membuatnya tidak pantas untuk diikuti.
Secara garis besarnya, Ashes of The Singularity menceritakan mengenai masa di mana manusia telah mencapai era keemasannya. Pada masa tersebut, manusia telah mencapai teknologi yang begitu tinggi sehingga pikiran manusia telah dapat dipindahkan ke dalam media yang lebih kekal dibandingkan tubuh manusia. Masa yang disebut Singularity tersebut membawa umat manusia ke dalam pemikiran yang sama dan perang antarmanusia sudah tidak ada lagi. Era ini juga menandakan dimulainya penjelajahan antariksa.
Singularity yang menjadi kebanggaan manusia tersebut menghasilkan terbentuknya umat baru yang bernama Post Human Coalition atau PHC. Namun, pada satu titik PHC menemui keanehan yang mampu menghancurkan keabadian manusia pada saat itu. Pada mode Campaign, Anda akan memulai permainan sebagai Post Human yang ditugaskan untuk menyelidiki anomali tersebut. Penyelidikan tersebut akhirnya terbentur dengan ditemukannya faksi baru yang bertujuan menghancurkan PHC, bernama Substrate!
Pembawaan cerita di dalam mode Campaign hanya diwakili oleh kotak dialog saja. Sama sekali tidak ada persona yang ditampilkan di dalamnya, sehingga kami sama sekali tidak dapat merelasikan cerita dan dialog ke dalam karakter tertentu. Memang secara konsep, Singularity menandakan hilangnya personalitas dari manusia dan mereka berpikir sebagai satu kesatuan. Namun, untuk kisah game rasanya hal itu menjadi terlalu hambar. Satu-satunya hiburan dari sisi cerita adalah adanya film grafis 3D yang muncul ketika berhasil menyelesaikan satu stage di Campaign.
Review ini menggunakan testbed dari:
Dikerjakan Dengan ROCCAT Isku FX, ROCCAT Kone Pure,ROCCAT Hiro, dan ROCCAT Kave XTD Digital